Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena "bank emok" telah menyebar luas di berbagai wilayah di Indonesia, baik di pedesaan maupun di permukiman perkotaan. Hampir di seluruh Rukun Warga yang berada di wilayah Kebon Kalapa terjangkit virus “Bank Emok” , bahkan Ketua Rukun Warga 02 seringkali mendapati keluhan dan “curhat” ( Curahan Hati ) dari warga yang terkena virus “bank emok “ dengan isi “curhat” yang hampir seragam yaitu tidak mampu mengembalikan pinjaman dan akan di sita beberapa aset berharganya apabila dalam tempo yang telah ditetapkan tidak mampu melunasi pinjamannya.
Apa Itu Bank Emok?
Bank emok mendapatkan
namanya dari metode operasinya. Para pemberi pinjaman sering kali mengadakan
pertemuan santai dengan calon peminjam, biasanya dengan duduk bersama secara
informal (“emok” dalam bahasa Sunda berarti duduk). Mereka menawarkan pinjaman
dengan syarat mudah, seperti hanya menggunakan KTP sebagai jaminan. Bunga yang
dikenakan umumnya sangat tinggi, dan pembayarannya dilakukan secara mingguan
dan ada juga yang harian.
Dasar Hukum Bank Keliling
Bank keliling dianggap sebagai lembaga pembiayaan informal
yang tidak diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan dalam beberapa
jurnal, bank keliling disebut sebagai bank gelap. Hal ini mengacu pada Pasal 46
ayat (1) juncto Pasal 16 ayat (1) UU
Perbankan.
UU tersebut menegaskan bahwa bank gelap adalah individu atau
kelompok yang menghimpun dana masyarakat berbentuk simpanan tanpa izin Bank
Indonesia (BI). Namun perlu ditegaskan pula bahwa bank keliling tidak melakukan
penghimpunan dana masyarakat. Bank keliling hanya memberikan pinjaman atau
pembiayaan saja.
Di sisi lain, masyarakat sebagai debitur dan pihak bank
keliling sebagai kreditur terikat dalam perjanjian yang sah menurut Pasal 1320KUHPerdata. Perjanjian yang dilakukan bank keliling memenuhi 4 syarat sahnya
perjanjian dalam pasal tersebut, yaitu:
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- suatu pokok persoalan tertentu;
- suatu sebab yang tidak terlarang.
Bahaya dan Dampaknya
Bunga Tinggi dan Jeratan Utang
Salah satu bahaya utama bank emok adalah suku bunga yang
sangat tinggi, bahkan bisa mencapai lebih dari 20% per bulan. Akibatnya, banyak
peminjam yang terjebak dalam lingkaran utang yang sulit dilunasi, karena
pembayaran bunga sering kali lebih besar daripada pinjaman pokok.
Tekanan Sosial Bank emok
Sering kali menggunakan metode penagihan yang memalukan atau
bahkan intimidatif. Misalnya, jika seorang peminjam tidak dapat membayar tepat
waktu, pemberi pinjaman dapat datang langsung ke rumah dan menagih dengan cara
yang membuat peminjam merasa tertekan di depan tetangga atau keluarga.
Mengikis Solidaritas Masyarakat
Praktik bank emok dapat merusak hubungan sosial di
masyarakat. Konflik sering muncul ketika ada penjamin yang harus menanggung
utang peminjam yang gagal membayar. Hal ini dapat menyebabkan perpecahan di
lingkungan warga.
Upaya Mengatasi Bank Emok
Pendidikan Literasi Keuangan
Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan literasi
keuangan di masyarakat, terutama di pedesaan dan permukiman padat perkotaan.
Edukasi tentang bahaya pinjaman informal dan pengelolaan keuangan yang baik
dapat membantu masyarakat menghindari jebakan bank emok.
Peningkatan Akses Keuangan Formal Lembaga Keuangan Resmi
Lembaga keuangan resmi seperti bank dan koperasi harus lebih
proaktif menjangkau masyarakat hingga lapisan terbawah. Dengan menawarkan
pinjaman dengan bunga rendah dan proses yang mudah, masyarakat tidak perlu lagi
bergantung pada bank emok.
Penegakan Hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar